Oleh: Honing Alvianto Bana
Pilkada di kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) pada tahun 2024 masih beberapa tahun lagi. Meski begitu, sebagian orang telah membicarakan sejumlah bakal calon. Mulai dari kalangan birokrat, anggota DPR, TNI, akademisi, hingga para incumben.
Diskursus terkait kepemimpinan memang sering menjadi perbincangan menarik di masyarakat kita. Baik di forum formal, teras rumah, hingga di media sosial. Baik itu terkait harapan akan kepemimpinan di masa mendatang, maupun hubungannya dengan yang tersaji hari ini.
Kita tahu, bahwa di dalam kehidupan bernegara yang diatur oleh sistem demokrasi, memungkinkan siapapun dapat dipilih atau terpilih menjadi pemimpin. Sistem demokrasi juga membuka peluang bagi pemimpin yang terpilih justru tak seindah kemasannya saat kampanye, atau sebaliknya.
Memang demokrasi menghendaki para pemilih lebih jeli dan cerdas dalam menentukan pilihan politiknya. Karena itu, kualitas pemimpin yang dipilih dalam satu sistem demokrasi sesungguhnya merepresentasikan kapasitas para pemilihnya.
Oleh karena itu, sangat penting melahirkan kepemimpinan yang baik, terutama dalam konteks menjalankan pemerintahan daerah. Hal itu bertujuan agar dapat menjadi solusi bagi penyelesaian berbagai persoalan yang mengemuka di TTS. Untuk menjawab dan menyelesaikan berbagai permasalahan di TTS, peran pemimpin amatlah besar. Tentu saja bukan sembarang pemimpin, melainkan pemimpin yang memiliki karakter kepemimpinan.
Pertanyaannya, karakter kepemimpinan seperti apa yang tepat dalam menjalankan roda pemerintah di TTS? Menurut saya, ada tujuh hal yang mesti dimiliki oleh siapapun yang ingin memimpin TTS.
Kepemimpinan Inspiratif
Yang pertama adalah kepemimpinan yang inspiratif. Tugas utama seorang pemimpin adalah memberikan inspirasi pada orang untuk bekerja mewujukan hal-hal hebat dengan sumber daya yang terbatas. Kata-kata dan tindakannya menjadi teladan yang memberikan harapan sekaligus semangat bagi orang-orang yang bekerja untuk kebaikan bersama.
Di TTS banyak pemimpin tak mampu memberikan inspirasi. Kata-kata maupun tindakannya justru mematikan semangat maupun harapan orang-orang yang bekerja bersama maupun untuknya. Tak heran sulit sekali mencari produk unggulan di TTS, baik material maupun imaterial. Yang ada hanyalah warisan masa lampau, dan bukan hasil karya sekarang.
Para pemimpin di TTS di berbagai bidang harus mulai mengasah dirinya, sehingga mampu memberikan inspirasi pada orang-orang sekitarnya. Kata-kata, pikiran, maupun tindakannya harus menjadi contoh yang membuat orang-orang sekitarnya ingin berubah menjadi lebih baik.
Tanpa kemampuan memberikan inspirasi, seorang pemimpin tidak layak disebut sebagai pemimpin. Ia hanya seorang administrator.
Pemimpin Visioner
Seorang pemimpin juga perlu untuk memiliki visi ke depan. Ia perlu menggunakan imajinasinya, guna membayangkan apa yang ingin ia capai di masa depan bersama dengan organisasinya. Organisasi itu sendiri memiliki beragam bentuk, mulai dari keluarga, RT, RW, kecamatan, kabupaten, universitas, kantor, rumah sakit, dan bahkan tingkat negara.
Di TTS kita amat sulit menemukan seorang pemimpin yang visioner. Yang banyak ditemukan adalah pemimpin opurtunis yang berusaha meraup keuntungan pribadi, ketika ia menjabat sebagai pemimpin. Visi organisasi tidak dipikirkan, sehingga organisasi itu hanya berjalan di tempat, bahkan mundur di dalam soal kinerja. Tak heran banyak organisasi, termasuk pada level desa, tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Para pemimpin di TTS harus ingat, bahwa mereka harus mampu membayangkan arah dari berbagai organisasi yang mereka pimpin.
Bayangan itulah visi ke depan yang harus dibagikan ke seluruh elemen organisasi, dan dihayati sebagai visi bersama. Ia harus memiliki keyakinan dan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang ada di kabupaten TTS. Ia juga harus memiliki kemampuan untuk memberikan alternatif atas penyelesaian masalah- masalah yang ada di tengah-tengah masyarakat.
Masyarakat yang saat ini ‘sekarat’ karena berbagai persoalan krisis air, kekerasan terhadap perempuan, perdagangan orang, stunting dan lain-lain tentu membutuhkan alternatif penyelesaian dengan segera dan tepat.
Oleh karna itu, jika pemimpin kedepan mampu bertindak untuk menjawab permasalahan-permasalahan diatas, maka namanya akan abadi, dan jasanya akan dikenang sebagai orang yang mampu membawa kebaikan bagi masyarakat TTS.
Pemimpin yang Taktis
Seorang pemimpin juga harus memiliki taktik yang jitu untuk mewujudkan visinya. Ia harus mampu menerjemahkan inspirasi dan visi yang ia punya menjadi program-program yang praktis, serta terukur keberhasilannya. Ia tidak boleh hanya bicara besar, namun tak bisa bekerja.
Di TTS banyak pemimpin tampak inspiratif dan visioner. Namun itu hanya tampaknya saja. Sejatinya mereka tak bisa bekerja. Mereka hanya berbicara bijak, namun tak punya program nyata yang memiliki hasil terukur. Akibatnya mereka dianggap sebagai pemimpin yang omong besar, namun tak punya hasil nyata di lapangan.
Maka tak cukup hanya visi dan inspirasi semata. Seorang pemimpin perlu menjadi seorang manajer yang bisa menerjemahkan visi dan inspirasi ke dalam program-program nyata yang memiliki tingkat keberhasilan terukur.
Pemimpin yang Reflektif
Program yang tepat tidak cukup. Yang juga diperlukan adalah jaminan, bahwa program itu akan terlaksana, dan tujuannya sungguh tercapai. Maka seorang pemimpin perlu rutin melakukan refleksi, yakni tindakan untuk melihat ulang seluruh proses yang terjadi, baik proses di luar, maupun proses yang terjadi di dalam dirinya.
Di TTS sulit sekali mencari pemimpin yang reflektif. Memang ada pemimpin yang inspiratif, visioner, dan memiliki strategi yang jelas serta terukur, walaupun jumlahnya sedikit sekali, namun ia tak memiliki kemampuan untuk melakukan refleksi. Akibatnya program berjalan namun tak ada kontrol kualitas yang jelas. Tujuan dari program yang menggendong inspirasi dan visi itu pun akhirnya tak tercapai.
Seorang pemimpin perlu untuk melihat seluruh proses kinerja organisasinya, sekaligus gerak jiwanya sendiri. Ia perlu menjadi seorang pemimpin yang reflektif. Hanya dengan begini tujuan berbagai program yang menampung inspirasi dan visinya bisa terwujud. Hanya dengan begini berbagai tindakannya bisa bermakna untuk semua.
Pemimpin yang Terbuka
Pemimpin yang sejati memiliki sikap dan sifat yang terbuka. Ia mampu menerima perbedaan pendapat. Ia mampu menerima perbedaan pandangan hidup. Ia melihat kritik sebagai tanda cinta yang perlu untuk dihargai.
Di TTS jika orang sudah menjadi pemimpin, maka ia berubah menjadi arogan. Ia merasa lebih tinggi daripada orang-orang yang ia pimpin. Ia seolah lupa akan tugasnya untuk melayani masyarakat yang ia pimpin. Ia pun berubah menjadi penindas yang memikirkan semata keuntungan dan kejayaan pribadinya.
Untuk itu, TTS butuh pemimpin yang tidak angkuh (sombong) serta mampu mengayomi, dan bukan yang membuat diri seperti raja kecil ketika turun ke desa. Pemimpin yang betul-betul menyadari bahwa dia adalah bagian dari masyarakat, dan bukan diutus langsung dari langit. Ini penting karna seringkali kita bisa melihat beberapa pemimpin di level desa, kecamatan, OPD dan pimpinan daerah yang memiliki karakteristik ingin menang sendiri, tidak mau mendengarkan masukan dan kritik.
Pemimpin seperti itu biasanya melihat kelompok "minoritas kritis" sebagai pembangkang, dan bukan sebagai kekuatan penyeimbang.
Pemimpin yang Fleksibel
Salah satu tanda nyata dari sikap terbuka adalah fleksibilitas. Seorang pemimpin harus memastikan, bahwa birokrasi dari organisasi yang ia pimpin tetap fleksibel untuk berbagai “perkecualian yang masuk akal”. Prinsip yang ia harus pegang adalah; birokrasi ada untuk melayani manusia, dan bukan manusia dibuat repot untuk melayani birokrasi yang tanpa makna.
Di TTS banyak birokrasi organisasi justru membuat repot banyak orang. Mereka tercekik oleh berbagai persyaratan yang tak masuk akal. Walaupun pemimpinnya hebat namun bila birokrasinya justru mencekik orang, maka semuanya jadi terasa percuma. Tujuan organisasi
pun akhirnya menjadi tak terlaksana. Maka sekali perlu ditegaskan, bahwa birokrasi ada untuk melayani manusia.
Para pemimpin di TTS perlu untuk memastikan, bahwa hal inilah yang terjadi, bukan sebaliknya. Birokrasi perlu untuk mencapai standar kemasukakalan, dan tak boleh terjebak pada pola berpikir “karena peraturannya begitu”.
Keberhasilan dan Karya Kita
Semua hal di atas akan membawa organisasi pemerintahan menghasilkan karya yang bermutu, baik itu karya material, pengetahuan, maupun jasa.
Puncak dari kepemimpinan adalah karya yang bisa dibanggakan. Karya tersebut tidak hanya berguna, tapi mampu membuat setiap orang TTS berbangga.
Di TTS setelah beberapa periode belakangan, tidak ada pembangunan yang otentik dan bisa dibanggakan. Dalam banyak hal, daerah kita hanya bisa mengikuti kemajuan yang telah dibuat oleh daerah lain. Untuk itu, harapan kita kedepan adalah daerah kita mampu menghasilkan karya yang berguna, dan membuat hati setiap orang bernyanyi.
Kuncinya adalah kepemimpinan yang kuat.
Hal itu dapat terwujud bila berbagai organisasi, terutama partai politik melakukan pendidikan politik, rekrutmen dan kaderisasi secara baik dan berjenjang, sehingga lahir calon pemimpin yang benar-benar mumpuni.
Sementara itu, masyarakat pemilih juga perlu terus memperkuat kapasitas diri dan kelompoknya, agar semakin cerdas dan rasional dalam memilih pemimpin. Sehingga setiap pemimpin yang dipilih atau terpilih adalah yang memiliki kapasitas kepemimpinan yang mumpuni atau pemimpin yang otentik.
Hanya dengan begitu, kita bisa berharap bahwa siapapun yang kedepan akan memimpin TTS adalah bagian dari solusi, dan bukan bagian dari masalah. Salam
Honing Alvianto Bana. Lahir dikota Soe, Nusa Tenggara Timur. Saat ini sedang aktif di Komunitas Paloli TTS dan Pemuda Gereja GBKN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar