Suatu
Perspektif Kristen Tentang Kepemimpinan Ideal Masa Kini
Oleh:
Margarita D. I. Ottu, M.Pd.K
Revolusi Industri 4.0 menghadirkan banyak
tantangan yang harus dihadapi dan diantisipasi,
di berbagai sektor dan salah satunya adalah bagi milennial leaders yang harus berkutat
pada isu big data, smart city, virtual – augmented reality,
artificial intelligence, cloud computing, 3D printing, advance robotic, profesi
baru (game developer, animator, videographer).
Dampak dari kemajuan ini bagi seorang
pemimpin adalah bahwa pemimpin harus mulai membagi informasi yang dibutuhkan
kepada pekerjanya, tipe kepemimpinan personal leadership pun sudah dianggap
tidak sesuai dengan zaman sekarang karena informasi yang diperlukan bisa
didapat dengan mudah oleh siapa saja. Selain itu, seorang pemimpin wajib memastikan
dirinya sendiri untuk semakin peka terhadap perkembangan zaman, situasi
lingkungan sekitar, menjadi seseorang yang aktif mendengarkan, juga menjaga dan
mempertahankan empati maka servant leadership merupakan salah
satu opsi tipe kepemimpinan yang bisa digunakan oleh seorang pemimpin saat ini
maupun untuk generasi milenial sebagai calon pemimpin di masa mendatang.
Pemimpin milenial era revolusi 4.0 harus
mengedepankan prinsip kerja dan nilai kerja sama, kolaborasi, fleksibilitas,
kerendah-hatian (humility), keterbukaan, dan terbukanya kesempatan untuk
belajar serta berkembang. Milenial leader harus terbuka terhadap kritik yang
membangun dan kemajuan “improvement”, tanpa mempermasalahkan perbedaan
dalam “tribe” di tempat kerjanya. Kementerian Perindustrian RI menyatakan bahwa
pada 2030, Indonesia membutuhkan 17 juta “high tech millennial” atau
anak muda dengan kemampuan teknologi super canggih. Mereka ahli di bidang programming,
web designing, technical–network engineering, government digital service,
dan profesi masa depan lainnya.
Sudahkah seorang pemimpin mempersiapkan
diri secara baik dari segi intelektual, skill, karakter dan berintegritas jika akan menjadi pemimpin? Bagaimana menjadi seorang pemimpin yang
disegani? Apakah menjadi pemimpin hanya untuk suatu popularitas? Apakah menjadi
pemimpin hanya karena tingginya finansial? Mampukah seorang pemimpin
berkarakter dan bermoral baik di tengah guncangan zaman ini?
Pemimpin Berhati Hamba (Servant Leadership)
Tipe pemimpin ini harus memimpin seperti
Yesus (lead like Jesus) yakni memiliki hati yang melayani. Yesus mengajarkan kepemimpinan
hamba dan melayani, pada intinya, terpusat pada apa yang ada di dalam hati
seorang pemimpin. Hati akan menentukan apa yang terlihat keluar.
Faktanya, masih terdapat tipe pemimpin yang
tren sekarang di lingkungan birokrat, politikus, pelayan masyarakat bahkan
pemimpin gereja yang menggunakan jabatannya untuk menjajah orang lain, memanfaatkan sistem corrupt
untuk kepentingannya sendiri dan tidak memiliki integritas untuk memperjuangkan
kebenaran. Mereka selalu menganggap diri sebagai pemimpin padahal mereka adalah
hamba ambisi, hamba upahan dan hamba kekuasaan.
Gereja dan kalangan pemerintahan khususnya,
sudah mengalami krisis di dalam hal kepemimpinan yang melayani dan bahkan makin
tampak degradasi moral sehingga banyak pemimpin melayani bukan lagi karena
sebuah tanggung jawab tetapi karena beban pekerjaan, upah atau motivasi
lainnya.
Pemimpin dengan hati Yesus tidak hadir
dengan kekuasaan melainkan dengan fungsi di dalam dirinya dan fungsi ini
mengarah pada tindakan untuk menghormati, melayani dan membuat sesuatu terjadi
di dalam diri orang lain. Tipikal pemimpin seperti inilah yang menjadi ideal
kita bersama dan tentu saja harus kita perjuangkan. Pemimpin Kristen, haruslah
dipercayai oleh bawahannya dan tetap menjaga kepercayaan itu serta beratribut integritas
yang adalah faktor paling penting untuk mendapatkan kepercayaan.
Karakteristik dari seorang pemimpin menurut
Alkitab adalah memiliki nilai integritas seperti disebutkan pada kitab Mazmur
15: 1-2 yang berbunyi “ Mazmur Daud. TUHAN, siapa boleh menumpang di Kemah-MU
dan tinggal di bukit-MU yang suci. Orang yang hidup tanpa cela dan melakukan
yang baik dan dengan jujur mengatakan yang benar”.
Salah satu atribut terpenting dari
integritas pemimpin Kristen adalah loyalitas. Pemimpin Kristen memiliki
loyalitas kepada rekan kerja, bawahan, dan diri sendiri. Pemimpin Kristen
menggunakan visi berlandaskan nilai-nilai Alkitab untuk menuntunnya dan
mengarahkannya mencapai tujuan-tujuan yang akan memuliakan Tuhan.
Humble
Leadership: Gaya Kepemimpinan Ideal Masa Kini
"Humility is a quality that lets
others see your humanity..." Sebagian orang dengan stigma ini yang
berlaku di masyarakat, menganggap bahwa pemimpin digambarkan sebagai sosok yang
kuat dan karismatik. Penggambaran ini menunjukkan bahwa pemimpin tak boleh
memiliki sifat cela yang terlihat.
Pemimpin harus mendemonstrasikan
kekuatannya serta otoritasnya yang mutlak di hadapan pengikutnya yaitu berorientasi
pada pendekatan bersifat top-down, artinya pemimpin harus diikuti dan
mereka punya segala solusi. Namun, pertanyaannya adalah bagaimana jika tipe
kepemimpinan seperti itu sudah usang?
Jika mempertimbangkan konteks zaman,
lingkup permasalahan, kondisi generasi, banyak sekali yang berubah dan sebagian
besar aspek yang tidak bisa dilihat oleh pemimpin, namun sebagian terlihat
jelas oleh pengikutnya. Konsekuensinya, tidak hanya pemimpin yang bisa menjadi
seorang solutor, tetapi anggota dan tim juga demikian. Oleh karena itu,
dibutuhkan pemimpin yang humble sebagai motor penggerak organisasi.
Kebanyakan pemimpin tidak berani untuk
mengakui kelemahannya di hadapan para pengikutnya. Tak dapat disangkal dan
harus diakui bahwa menjadi pemimpin bukan berati maha tahu segalanya dan
pemimpin juga tak mampu menyediakan
semua jawaban bagi masalah yang terjadi di lapangan.
Mengakui hal itu sangat sulit, terutama
dengan stigma yang berlaku di masyarakat bahwa adanya keengganan pemimpin
menunjukkan kelemahannya. Tetapi, dalam kondisi dan permasalahan maka keberanian
untuk mengakui bahwa pemimpin penuh dengan keterbatasan sangat dibutuhkan. Itulah
kualitas sekaligus ciri dari seorang pemimpin yang humble artinya tidak segan
untuk mengomunikasikan apa yang menjadi kekurangannya.
Terbukanya akses informasi membuat semua
lebih transparan dalam ranah pekerjaan. Praktik ‘humble leadership’
memungkinkan proses pekerjaan lebih terbuka. Pendekatan kepemimpinan ini juga
efektif dalam pemberdayaan karyawan menjadi lebih maksimal dan pemimpin
berperan sebagai mentor dan coach dalam membantu anggota tim mencapai
tujuan kerjanya. Nielsen (2010) dalam
risetnya menyatakan bahwa pemimpin yang rendah hati juga berkontribusi
signifikan dalam mengurangi ‘turnover’ dalam suatu perusahaan.
Praktik
‘Humble Leadership’ dalam keseharian
Humility ‘kerendahan hati’ merupakan
bahan dasar utama kepemimpinan masa kini. Di saat semua berjalan sangat cepat
dan penuh dengan ketidak pastian, dibutuhkan kesadaran bahwa kita adalah
makhluk yang penuh dengan keterbatasan dan tidak mampu melakukan segala sesuatu
sendirian. Kata lain dari rendah hati ialah ‘tahu diri’, sadar diri apa yang
menjadi kelebihan dan kekurangan diri. Tahu diri atas apa yang dikuasai,
diketahui dan dimiliki bukan semata-mata bisa memperlakukan orang sesuai
kehendaknya. Suasana yang mencekam dan menakutkan dalam bekerja sangat
dihindari dalam atmosfer bekerja kekinian.
Humble Leader tidak hanya sebagai
atasan yang berpaku pada ‘doing the things right’ , namun ‘doing the
right things’ dengan memberikan ruang bertumbuh, dukungan emosional dan
moral untuk anggota timnya. Owens and Hekman (2013) menjelaskan ‘Humble
Leadership’ bermakna juga leading from the ground, yang berarti
menggerakan dari bawah. Gaya kepemimpinan “bottom-up” yang membentuk tim
agar lebih mandiri (self-driven) dan independent (self-managing).
Bagaimana kerendah-hatian dapat membantu
pemimpin lebih baik dalam proses transisi organisasi dalam ekonomi
berkelanjutan, menghadapi berbagai tantangan sosial dan lingkungan yang
kompleks. Pemimpin harus mahir memposisikan diri sebagai pembelajar dan
pendengar yang baik di waktu bersamaan bagi anggota timnya. Pemimpin yang
rendah hati, ia menyadari keterbatasan kemampuan dirinya. Ini berarti ia
memosisikan diri sebagai pribadi yang terbuka dengan perubahan, mau mendengar
dan selalu belajar dari siapa saja, termasuk pengikutnya.
Terdapat 3 jenis ‘humility’ yang
perlu dimiliki oleh pemimpin masa kini apabila ingin menjadi pemimpin yang
efektif dan berdampak. Pertama, ‘intellectual humility’ yang menunjukan
betapa cerdas dan berilmu seseorang, ia tetap membuka diri untuk belajar
berbagai hal, dari mana saja, dengan siapa saja dan kapan saja. Kedua, ‘moral
humility’, merupakan sikap terbuka terhadap pencapaian orang sekitar dan
tidak merasa eksklusif dengan kelebihan diri. Pribadi dengan ‘moral humility’
cenderung bersikap objektif terhadap lingkungan sekitar. Ketiga, ‘personal
humility’ yang berarti kemampuan pemimpin mau berbagi ‘panggung’ degan
orang lain, tidak selalu memosisikan diri sebagai pusat perhatian, tidak narsis
berlebihan dan memiliki manajemen ‘self-entitlement’ yang baik serta tidak
selalu merasa berhak terhadap sesuatu yang spesial. Pemimpin dengan kerendah-hatian
personal ini tidak selalu menganggap dirinya harus dilayani, disegani dan
dihormati hanya karena mereka punya kuasa, takhta dan jasa kebaikan tertentu,
tetapi terlebih dahulu mau menghargai dan melayani sesamanya.
Kepemimpinan
yang Melayani (Servant Leadership) Sebagai Gaya Kepemimpinan Kekinian
Kepemimpinan adalah kemampuan
seseorang dalam memengaruhi orang lain yang umumnya melalui motivasi untuk
bekerja sesuai dengan tujuan dan sasaran yang berlaku. Menjadi pemimpin “Zaman Now”
sangat berbeda dengan memimpin pada era tahun 1970 -2000 an. Seorang pemimpin
tidak hanya menggunakan otoritas (power) yang dimiliki, tetapi
juga menggunakan pengaruh untuk menggerakkan orang lain. Dalam menjalankan
perannya, seorang pemimpin akan berhadapan dengan beragam karakter, perilaku
dan tingkat kematangan kepribadian bawahannya.
Kepemimpinan yang melayani (servant leadership)
merupakan suatu tipe atau model kepemimpinan yang dikembangkan untuk mengatasi
krisis kepemimpinan yang dialami oleh suatu masyarakat atau bangsa. Para
pemimpin-pelayan (servant leader) mempunyai kecenderungan lebih
mengutamakan kebutuhan, kepentingan dan aspirasi orang-orang yang dipimpinnya
di atas dirinya. Orientasinya adalah untuk melayani, cara pandangnya holistik
dan beroperasi dengan standar moral spiritual.
Pemimpin yang mengutamakan pelayanan,
dimulai dengan perasaan alami seseorang yang ingin melayani dan untuk
mendahulukan pelayanan. Seorang servant leader adalah
seseorang yang memiliki komitmen untuk melayani dan memimpin. Menurut Spears bahwa
seorang servant leaders harus memiliki sepuluh karakteristik yaitu (1)Mendengarkan
(listening),Servant leader mendengarkan dengan penuh
perhatian kepada orang lain, mengidentifikasi dan membantu memperjelas
keinginan kelompok, juga mendengarkan suara hati dirinya sendiri; (2) Empati (empathy)
yaitu pemimpin yang melayani adalah
mereka yang berusaha memahami rekan kerja dan mampu berempati dengan orang
lain; (3l Penyembuhan (healing) yaitu seorang Servant leader harus
mampu menciptakan penyembuhan emosional dan hubungan dirinya, atau hubungan
dengan orang lain, karena hubungan merupakan kekuatan untuk transformasi dan
integrasi; (4);Kesadaran (awareness), yaitu kesadaran untuk memahami
isu-isu yang melibatkan etika, kekuasaan, dan nilai-nilai serta melihat situasi
dari posisi yang seimbang yang lebih terintegrasi; (5) Persuasi (persuasion),
yaitu pemimpin yang melayani berusaha meyakinkan orang lain daripada memaksa
kepatuhan. Ini adalah satu hal yang paling membedakan antara model otoriter
tradisional dengan servant leadership;(6) Konseptualisasi (conceptualization)
yaitu kemampuan melihat masalah dari perspektif konseptualisasi berarti
berfikir secara jangka panjang atau visioner dalam basis yang lebih luas; (7)Kejelian
(foresight), Jeli atau teliti dalam memahami pelajaran dari masa lalu,
realitas saat ini, dan kemungkinan konsekuensi dari keputusan untuk masa depan;
(8) Keterbukaan (stewardship) yang menekankan keterbukaan dan persuasi
untuk membangun kepercayaan dari orang lain; (9) Komitmen untuk pertumbuhan (commitment to the growth of people).
Tanggung jawab untuk melakukan usaha dalam meningkatkan pertumbuhan profesional
karyawan dan organisasi; (10) Membangun Komunitas (building community)
yaitu Mengidentifikasi cara untuk membangun komunitas.
Dengan demikian, karakteristik utama yang
membedakan antara kepemimpinan pelayan dengan model kepemimpinan lainnya adalah
keinginan untuk melayani hadir sebelum adanya keinginan untuk memimpin. Dapat dikatakan
bahwa mereka yang memiliki kualitas kepemimpinan akan menjadi pemimpin sedangkan
prioritas kepemimpinan pelayan yang pertama dan utama adalah memberikan
motivasi, inspirasi sehingga terciptanya suatu keberhasilan yang
berkesinambungan.
Keistimewaan dari pemimpin Kristen yang
adalah pemimpin Kristen yang mampu mempraktikkan
kepemimpinan berhati hamba (humble servant) yang Ilahi. Dalam Matius
20:25-28, Tuhan Yesus menekankan bahwa secara khusus kepemimpinan Kristen berbeda
dari kepemimpinan orang yang belum percaya secara umum. Dalam Matius 20:26-28
dan Yohanes 13:1-17, Tuhan Yesus mendefinisikan pemimpin berhati hamba sebagai
mereka yang dengan rendah hati melayani orang lain karena mengasihinya.
Kerendahan hati menjelaskan cara kepemimpinan atau bagaimana cara memimpin.
Pelayanan adalah esensi dari kepemimpinan
Kristen, dimana orang lain memperoleh manfaatnya. Orang Kristen tidak berbeda
di dunia hanya untuk melayani diri mereka sendiri, melainkan orang lain dan
kasih adalah motif atau maksud dari kepemimpinan Kristen. Hubungan pemimpin dan
pengikut merupakan pusat dari kepemimpinan etis dalam dunia. Pemimpin berhati
hamba harus memperhatikan kebutuhan dan urusan pengikutnya dan sebagai pemimpin
harus memiliki rasa tanggung jawab untuk
merawat dan memelihara pengikutnya.
Menjadi pemimpin yang baik adalah pemimpin
yang tidak bertopeng kemunafikan, bertakhta dengan kesombongan, bermoral
rendahan melainkan pemimpin dengan
atribut integritas dan berkarakter berhati hamba (Humble Servant) dan
memiliki hati yang melayani, mengasihi dan peduli.
Jadilah pemimpin yang baik bagi diri
sendiri sebelum menjadi pemimpin bagi orang lain. “Sekalipun tidak dapat
menjadi beringin yang rindang, jadilah bunga violet di hamparan yang indah
dipandang mata, dan Jika tak bisa menjadi menara yang kokoh, jadilah tongkat
kayu yang selalu menuntun jalan pada arah yang tepat”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar