PEMBAGIAN KEKUASAAN NEGARA - SOE POST

Breaking

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Rabu, 19 Juni 2024

PEMBAGIAN KEKUASAAN NEGARA



Penulis : Eleuterius Andreyano Meka, Mahasiswa Fakultas Filsafat UNWIRA Kupang


Konsep  Trias Politika Montesquieu dan Kritik Terhadapnya


Pembagian atau pemisahan kekuasaan sering dikenal dengan istilah “Trias Politica”. Konsep Trias Politica dikemukakan pertama kalinya oleh Jhon Lock filsuf Inggris. Beliau  mengemukakan konsep tersebut dalam bukunya Two Treatises on Civil Government (1690), yang ditulisnya sebagai kritik terhadap kekuasaan absolut raja-raja Stuart di Inggris serta untuk membenarkan Revolusi Gemilang tahun 1688 (The Glorious Revolution of 1688) yang telah di menangkan oleh parlemen Inggris. 


Jhon Lock melihat bahwa manusia memiliki hak yang sudah melekat sejak lahir yang tidak bisa diganggu gugat oleh pihak manapun seperti hak hidup, Maka perlu adanya pemerintah yang dapat menjamin hak-hak asasi manusia. Terjaminnya hak-hak tersebut harus diatur oleh pemerintah yang tepat, Kekuasaan yang ideal hendaknya tidak diatur oleh satu pihak saja. Sehingga tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Konsep ini disempurnakan lagi oleh Montesquieu dengan konsep Trias Politica-nya. Montesquieu lahir pada 18 Januari 1689 di Bordeaux dan wafat pada tanggal 10 Februari 1755. 


Trias politika sendiri berasal dari bahasa Yunani “Tri” yang berarti tiga, “As” yang berarti poros/pusat, dan “Politica” yang berarti kekuasaan. Secara etimologis  definisi dari Trias Politica adalah suatu konsep mengenai pemerintahan yang berpusat pada tiga kekuasaan. Negara yang berdemokrasi menurut pandangan trias politika ini hendaknya terdiri dari 3 (tiga) macam kekuasaan, yaitu Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Kekuasaan Legislatif adalah untuk membuat undang-undang, kekuasaan Eksekutif adalah kekuasaan melaksanakan undang-undang, dan kekuasaan Yudikatif adalah kekuasaan mengadili pelanggaran undang-undang. 


Konsep Trias Politica adalah suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan yang sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan pihak pemerintah. Artinya bahwa konsep Trias Politica dari Montesquieu yang ditulis dalam bukunya L’esprit des lois (The Spirit of Laws) menawarkan suatu konsep mengenai kehidupan bernegara dengan melakukan pemisahan kekuasaan yang diharapkan akan saling lepas dalam kedudukan yang sederajat, sehingga dapat saling mengendalikan dan saling mengimbangi satu sama lain (check and balance), selain itu harapannya dapat membatasi kekuasaan agar tidak terjadi pemusatan kekuasaan pada satu tangan yang nantinya akan melahirkan kesewenang-wenangan.


Indonesia merupakan Negara demokrasi yang juga melaksanakan konsep trias politika. Sejarah mencatat bahwa Negara Indonesia pernah diperintah oleh rezim totaliter yang mengekang dan mengangkangi kebebasan masyarakat, bahkan mencabut hak-hak asasi manusia. Totalitarianisme ini yang tidak diinginkan terjadi lagi. Maka lahirlah Negara yang dipimpin oleh tiga kekuasaan seperti yang digagaskan oleh Montesquieu di Indonesia. Konsep ini memiliki kelebihan karena diantara penguasa dalam suatu Negara dapat saling mengawasi, mengoreksi, yang  melahir keseimbangan dan terjalin kooptasi yang baik dalam pemerintahan, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan yang otoriter. 


Trias politika secara umum bertujuan agar system dalam sebuah Negara dapat dijalankan dengan lebih bijaksana, sebab persoalan dalam suatu negara tidak dikerjakan oleh satu pemimpin saja melainkan ada pembagian. Dikatakan bijaksana karena dalam pemerintahan setiap lembaga yang berotoritas memiliki kemampuan untuk dapat saling mengoreksi dan saling mengimbangi satu sama lain. Selain itu pembagian kekuasaan ini bertujuan agar aspirasi warga Negara dapat disalurkan dan bisa diterima oleh yang memiliki kekuasaan tertinggi. Aspirasi rakyat disalurkan melalui para anggota legislatif kepada kekuasaan eksekutif.


Namun Negara Indonesia bukanlah penganut trias politika murni, sebab ada banyak lembaga independen yang berada di luar ketiga kekuasaan. Contohnya seperti kepolisian, TNI, partai politik dan beberapa lembaga lainnya yang tidak memiliki kedudukan yang sama dengan legislatif (MPR, DPR dan DPD), eksekutif (presiden, wakil presiden dan para kabinetnya) atau yudikatif (MA, MK dan KY) namun dapat mempengaruhi ketiga otoritas tersebut. Hal ini yang menimbulkan problematika. Karena salah satu dari kekuasaan seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif bisa dipengaruhi oleh lembaga yang berada di luar atau yang tidak terikat dengan ketiganya ini. Contoh kasus seperti pemilihan presiden pada tahun 2024 baru-baru ini. Dimana pengusungan  Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden RI, dianggap sebagai permainan partai politik di belakangnya. 


Secara defacto Indonesia menganut konsep trias politika yang di mana kekuasan Negara telah dibagi menjadi tiga. Namum praksisnya terjadi manipulasi yang dilakukan oleh para pemegang kekuasaan. Pembagian yang seharusnya bertujuan untuk saling mengoreksi dan mengimbangi (chek and balance) direduksi menjadi kekuasaan yang bergerak untuk bisa saling menguntungkan. Mengoreksi bukan lagi sebagai satu tujuan melainkan sebagai satu formalitas legal. Legislatif yang adalah mediator penyalur aspirasi rakyat sepertinya kurang berperan karena banyak jeritan kaum kecil, marginal atau terpinggirkan tidak dibungkam. Kelemahan konsep trias politika bagi penulis adalah hanya menitik beratkan pada pembagian, namum lemah dalam pelaksanaan atau cara kerja setiap lembaga kekuasaan. Pembagian hanya semacam cara untuk mempermudah pekerjaan bukan pada nilai yang lebih luhur yakni kesejahteraan bersama.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Halaman