Masih Hidup, Dua Warga Mnela'anen Miliki Akta Kematian - SOE POST

Breaking

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Jumat, 13 September 2024

Masih Hidup, Dua Warga Mnela'anen Miliki Akta Kematian

Ilustrasi 

Liputan Nyongki Linome 
Editor Redaksi www.soepost.com

TTS|Soepost.com,- Masih hidup dan menikmati kehidupan, Dua orang warga Desa Mnela'anen diketahui telah mengantongi akta kematian yang entah menjelaskan bahwa dua warga tersebut telah meninggal dunia.


Dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen yang berujung penerbitan akta kematian kepada korban Yohanes Tamonob yang masih hidup, kini bertambah menjadi dua orang. 


Bertambahnya penerbitan akta kematian selain korban Yohanes Tamonob, ada nama baru, pasca penerbitan akta kematian sebagaimana lampiran surat keterangan kematian kolektif yang dibuat dan disahkan Kepala Desa Mnela'anen Melkior Nenoliu dan kawan-kawan. 


Munculnya nama baru salah satu warga Desa Mnela'anen Kecamatan Amanuban Timur Kabupaten TTS adalah Melianus Fallo. Warga RT. 001/RW. 001, dusun A. Tuaheli yang namanya juga ada dalam daftar lampiran surat keterangan kematian kolektif tersebut. Dan dinyatakan telah meninggal dunia berdasarkan akta kematian yang diterbitkan oleh Disdukcapil TTS. Sementara bersangkutan masih hidup sehat jasmani dan menjalani keseharian aktifitasnya sebagai petani/pekebun. 


Terkait hal ini, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten TTS Jeims D. Kase. S.Kom, M. Eng. yang ditemui diruang kerjanya pada. Jumat, (13/09/2024). membenarkan jika data Melianus Fallo dinyatakan telah meninggal dunia. 


"Iya ini data Melianus Fallo, NIK benar sudah meninggal". Jelas Kadisdukcapil 


Pernyataan Kadisdukcapil terkait kebenaran data berbasis sistem yang menerangkan nomor akta kematian Melianus Fallo berdasarkan surat keterangan kematian yang disampaikan oleh Kepala Desa Mnela'anen tertanggal 14 Mei 2023 lalu. 


Kadisdukcapil pun enggan berkomentar banyak. Menurutnya Disdukcapil hanya menerima dan melayani permohonan kebutuhan masyarakat, tanpa harus memastikan kebenaran dilapangan. Karena persyaratan yang diajukan seperti surat keterangan dari pemerintahan desa mewakili kondisi dan keadaan masyarakat dilapangan. 


"Ini minta maaf e, saya tidak berpernyataan banyak. Tapi saya ingin jelaskan bahwa kita disini menjalankan tugas melayani dan mencatat kebutuhan masyarakat. Nah kalau seperti kejadian Mnela'anen. Kita proses berdasarkan surat keterangan kematian yang disampaikan Kepala Desa ke kita. Karena kalau kita harus memastikan benar dia hidup atau meninggal, maka butuh waktu". Imbuh Kadisdukcapil. 


Data kolektif sesuai surat keterangan kematian yang dilaporkan oleh Kepala Desa Mnela'anen Melkior Nenoliu dan kawan-kawan, terdapat 54 orang yang dinyatakan telah meninggal dunia sebagaimana bukti kutipan akta kematian termasuk Yohanes Tamonob dan Melianus Nenoliu. 


Menariknya, dalam kutipan akta kematian tersebut. Yohanes Tamonob meninggal selisih satu tahun dengan korban Melianus Fallo. Yakni korban Yohanes Tamonob dinyatakan meninggal sejak tanggal 13 Februari 2021, sementara Melianus Fallo meninggal tanggal 12 oktober 2020. 


Perbedaan tahun kematian kedua warga tersebut, sontak menjadi heboh bagi masyarakat seantero Desa Mnela'anen. Pasalnya kedua warga tersebut diketahui masih hidup sehat jasmani sampai saat ini bersama keluarga seisi rumah tangganya. Tapi sayangnya mereka dinyatakan telah meninggal dunia. 


Kejadian luar biasa dan tergolong dalam kejahatan kemanusiaan bagi warga Desa Mnela'anen, Kecamatan Amanuban Timur adalah tindakan kelalaian, sebab korban bukan tunggal satu orang, tapi meningkat menjadi dua orang. 


Untuk diketahui, buntut dari persoalan ini, ketika pihak penyelenggara pemilu tingkat Desa Mnela'anen Kecamatan Amanuban Timur melakukan verifikasi faktual melalui panitia pemutakhiran data pemilih (Pantarli) bersama panitia pemungutan suara (PPS), ketika melakukan pencocokan dan penelitian (Coklit) untuk pemilihan umum (Pemilu) Presiden dan wakil Presiden, pemilu legislatif Anggota DPR RI - DPD - DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. 


Namun sayangnya, jika hasil kerja penyelenggara profesional tidak mungkin hal ini terjadi. Pasalnya dalam kerangka kerja penyelenggara pemilu. Data coklit harus diplenokan mulai dari PPS Desa dan diawasi panwas Desa, hingga pleno KPU Kabupaten dan diawasi Bawaslu TTS. Tapi entah mengapa, kejadian Desa Mnela'anen seakan membuka aib kelalaian KPU TTS dan Bawaslu TTS. Lalu apakah korbannya adalah Kepala Desa dan kawan-kawannya? 


Pemberitaan sebelumnya yang menyebutkan soal duduk perkara yang menimpa korban Yohanes Tamonob, warga RT. 008/RW. 005 Desa Mnela'anen. Yang juga merupakan salah satu Jurnalis bermula ketika dirinya hendak menggunakan kartu kepesertaan BPJSnya. Namun oleh pihak BPJS, datanya tidak lagi aktif alias dinonaktifkan secara permanen, dengan adanya nomor akte kematian yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten TTS. 


Kendati demikian, dirinya mendatangi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten TTS untuk mencari tau. Dan ternyata benar, penonaktifan permanen data BPJS, karena dirinya dinyatakan telah meninggal dunia berdasarkan akte kematian yang telah diproses Disdukcapil TTS. 


Surat keterangan kematian kolektif yang dibuat dan disahkan oleh Kepala Desa Mnela'anen Melkior Nenoliu, turut disaksikan oleh Fransiskus Nenoliu, Kepala Dusun A. Tuaheli, Thomas Fallo Kadus B. dan Marsel Fallo selaku anggota PPS Desa Mnela'anen yang mengakui kematian kedua korban dan 52 orang mati lainnya. Seakan membunuh harapan hidup, Yohanes Tamonob dan Melianus Fallo. Meski saksi Fransiskus Nenoliu membantah jika tanda tangan dalam surat tersebut bukan tanda tangannya, dihadapan penyidik akan jelas. 


Mencuatnya persoalan ini, korban Yohanes Tamonob bersama seisi rumah tangganya mengaku dirugikan secara material. Bahkan didiskriminasi soal hak hidupnya sebagai warga negara. Karena masih hidup, negara mengakui kematiannya secara administrasi kependudukan. Namun Ia pun berharap suatu ketika, dirinya bisa hidup kembali dengan pengaktifan datanya. 


Surat keterangan kematian kolektif yang dibuat oleh Kepala Desa Mnela'anen Melkior Nenoliu dan kawan-kawan, adalah tindakan tidak konsisten alias kelalaian berjamaah. 


Pada keadaan ini, pertanyaan besar bagi lembaga Komisi Pemilihan Umum (KPU) TTS, Bawaslu TTS, Disdukcapil TTS yang dianggap kompeten dan teruji dengan kinerjanya. Namun apakah ketiganya bertanggungjawab atau akan sambil melempar bola panas ini dan tidak bertanggungjawab terhadap persoalan ini. Ataukah ada tanggungjawab, namun harus ada tumbal sepihak, semua masih misteri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Halaman