Siapa Dibalik Kelalaian Pemalsuan Dokumen Yohanis Tamonob.???? - SOE POST

Breaking

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Rabu, 11 September 2024

Siapa Dibalik Kelalaian Pemalsuan Dokumen Yohanis Tamonob.????

Ilustrasi 

Liputan Nyongki Linome 
Editor Redaksi www.soepost.com 

TTS|Soepost.com, - Dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen pencatatan sipil, diduga dilakukan oleh Kepala Desa Mnela'anen Kecamatan Amanuban Timur, Melkior Nenoliu dan kawan-kawan. Apakah murni kelalaian sepihak atau kelalaian berjemaah antar kelembagaan? 

Pasalnya kejadian langka dan luar biasa, terhadap korban seorang Jurnalis dan Pemimpin Redaksi salah satu media di Kota Kupang, sontak menjadi perhatian publik. Karena melibatkan dua lembaga yang dianggap mampu dan berwenang dengan tingkat kepercayaan yang teruji yakni Komisi Pemilihan Umum Kabupaten TTS dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten TTS. 

Persoalan yang menyebabkan Yohanis Tamonob warga RT. 008 / RW. 005 Desa Mnela'anen, Kecamatan Amanuban Timur, mengaku syok dan dirugikan secara material. Karena dinyatakan telah meninggal dunia pada tanggal 13 Februari 2023 sebagaimana tercatat dalam kutipan akte kematiannya tertanggal 22 agustus 2023 pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten TTS. 

Meski disebut telah meninggal dunia, kenyataannya bersangkutan masih hidup dalam keadaan berbadan sehat, dan menjalani aktifitas kesehariannya sebagai seorang Jurnalis di Kota Kupang. 

Pertanyaannya kelalaian ini apakah tunggal dilakukan oleh Kepala Desa Mnela'anen Melkior Nenoliu dan kawan-kawan saja? Ataukah Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Disdukcapil TTS juga harus ikut bertanggungjawab? 

Karena mencuatnya dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen tersebut, bermula ketika pihak KPU TTS melalui petugas pemutakhiran data pemilih (Pantarli) bersama panitia pemungutan suara (PPS) melakukan pencocokan dan penelitian (Coklit) untuk pemilihan umum (Pemilu) Presiden dan wakil Presiden, Pemilu Legislatif Anggota DPR RI - DPD - DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten Kota. 

Berdasarkan data tersebut ditemukan 54 orang warga desa Mnela'anen yang diketahui telah meninggal dunia. Pertanyaannya data tersebut yang disahkan Kepala Desa Mnela'anen melalui surat keterangan kolektif berdasarkan kesepakatan pleno oleh Panwas Desa, dan PPS Desa atau tidak?. Sebab jika diplenokan, besar kemungkinan kejadian tersebut tidak terjadi, karena ada polisi pemilu alias panwas kecamatan dan pihak penyelenggara pemilu Desa dan Kecamatan.
 
Buntut atas data Coklit tersebut, sesuai informasi yang diperoleh Tim Media ini menyebutkan bahwa KPU TTS sebelumnya bekerjasama dengan Disdukcapil TTS untuk menerbitkan akta kematian bagi warga yang telah meninggal dunia. Namun harus ada surat keterangan kematian dari pemerintah Desa Mnela'anen. Baru Disdukcapil mencatatnya dalam system data yang kemudian menerbitkan akta kematian kepada warga yang dinyatakan meninggal dunia dan secara otomatis namanya tidak akan muncul dalam daftar pemilih tetap (DPT). 

Namun anehnya, jika data kependudukan Yohanis Tamonob dinonaktifkan pada tahun 2023 lalu, Ia tidak mungkin ikut memberikan hak pilihnya pada pemilihan tanggal 14 Februari 2024. Lebih mirisnya lagi, akte kematian diproses sejak tahun 2023, namun pihak KPU melalui penyelenggaran di Desa memberikan undangan kepada Korban sehingga ia pun turut memilih pada waktu tersebut. Memang aneh.

Lalu pertanyaannya, pelaporan dan pengurusan secara prosedural untuk proses akte kematian bagi seseorang yang telah meninggal dunia, haruskah langsung oleh Kepala Desa sebagai pelapor ataukah harus melalui keluarga terdekat. Mengingat berapa syarat kepengurusan akte kematian sebagai berikut Syarat untuk mengurus akta kematian adalah

• Surat keterangan kematian dari dokter, rumah sakit, atau puskesmas
• Surat pernyataan meninggal di rumah yang diketahui oleh dua orang saksi dan Ketua RT/RW
• Surat nikah atau akta perkawinan
• KTP dan KK yang meninggal
• Fotokopi KTP-El pelapor (suami/istri/anak kandung) dan KTP-El dua orang saksi
• Surat kuasa dari suami/istri/anak kandung jika pelapor dikuasakan. 

Namun sayangnya keenam syarat diatas, hanya 2 syarat yakni surat keterangan kematian dan kartu keluarga yang disahkan Kepala Desa Mnela'anen dan para saksi. Kemudian dipakai KPU TTS untuk melapor ke Disdukcapil atas nama pelapor Kepala Desa Mnela'anen Melkior Nenoliu untuk menerbitkan 54 akte kematian termasuk korban Yohanis Tamonob. 

Pertanyaan lagi, kok bukan keluarga terdekat yang melapor? Dan jika melalui kepala Desa, mengapa tidak dilengkapi berkas persyaratan yang ada? Yah dugaan saja, persoalan ini dapat dikatakan kejahatan kemanusiaan yang mengekploitasi hak hidup dan kebebasan warga negara, yang patut dikatakan kelalaian berjemaah. Semoga persoalan ini, korbannya hanya di Desa Mnela'anen Kecamatan Amanuban Timur, jangan lagi di kecamatan lain.

Jika benar kasus ini melalui penyelidikan pihak Kepolisian terbukti murni adalah kelalaian berjemaah. Siapa tumbalnya?, apakah Kepala Desa Mnela'anen dan kawan-kawan perangkat Desa dan PPS yang dituntut secara pidana.? Lalu kemudian KPU TTS dan Disdukcapil lepas tangan dengan dalih kelalaian anak buah? Masih penuh misteri. 

Yah bisa saja. Karena dasarnya surat keterangan kematian kolektif yang dibuat dan ditanda tangani oleh Kepala Desa Mnela'anen Melkior Nenoliu dan para saksi yakni Fransiskus Nenoliu dan Marsel Fallo. Namun menguat informasi baru jika ada keterlibatan perangkat Desa Martinus Fallo dan Thomas Fallo yang turut mengetahui persoalan ini sebagai saksi selain Fransiskus Nenoliu. 

Hasil penelusuran Tim media ini pun, ditemukan beberapa kejanggalan mengejutkan seperti pengakuan Kepala Desa Mnela'anen yang menyebut bahwa terdapat dua orang warga Desanya yang memiliki nama sama Yohanis Tamonob, namun salah satunya telah meninggal dunia sejak lama, ketika berada di tanah rantau dan baru dikirim kembali ke Mnela'anen untuk dimakamkan, meski kades Nenoliu tidak mengetahui persis tanggal dan tahun kematian Yohanes Tamonob yang dimaksud.
 
Kenyataannya informasi tersebut tidak benar, sebab berdasarkan data yang dihimpun Tim media ini, di Desa Mnela'anen hanya terdapat satu orang dengan nama Yohanis Tamonob, sehingga warga bernama Yohanis yang dimaksud Kepala Desa Mnela'anen adalah Yohanis Sese Kosat bukan Yohanis Tamonob.
 
Pengakuan mengejutkan lainnya oleh Kepala Desa adalah redaksi surat keterangan kematian kolektif yang ditanda tangani dengan tinta hitam dan di stempel oleh Kepala Desa Mnela'anen, tertanggal 14 mei 2023 yang isinya menjelaskan bahwa sesuai data Coklit, terdapat 54 orang warga Desa Mnela'anen telah meninggal dunia termasuk Yohanis Tamonob, tidak diakui Kepala Desa.
 
Menurut Kepala Desa Mnela'anen, redaksi surat keterangan kematian kolektif tertanggal 14 mei 2023 yang dipegang oleh KPU TTS dan Disdukcapil TTS, berbeda dengan surat keterangan kematian kolektif yang dikeluarkan sebelumnya yakni tanggal 4 mei 2023, dan surat tersebut sebagai arsip Desa.
 
Bahkan nama saksi surat keterangan kematian pertama adalah Thomas Fallo bukan Fransiskus Tamelan dan saksi kedua benar Marsel Fallo. Ia pun mempertanyakan tanda tangannya, kenapa harus tinta hitam, bukan tinta biru, sementara surat keterangan tersebut merupakan surat penting, yang harus ditanda tangani dengan tinta biru. 

"Ini tanda tangan dan stempel desa benar saya punya tanda tangan. Tapi isi surat keterangan berbeda dengan arsip surat yang kami keluarkan ditanggal 4 mei 2023. Karena saksi pertama bukan Fransiskus Nenoliu tapi seharusnya Thomas Fallo. Saya juga tidak mengerti kenapa dokumen penting seperti ini tanda tangan pakai tinta hitam, sedangkan arsip surat yang ada tanda tangan tinta biru". Ungkap Kades sambil mengelus testa. 

Pernyataan Kepala Desa terkait hal tersebut pun mengejutkan, karena salah satu saksi Fransiskus Nenoliu selaku Kepala Dusun A Tuaheli yang disebutkan. Tidak mengakui jika surat keterangan kematian kolektif kepada 54 orang yang dinyatakan meninggal dunia tertanggal 14 mei 2023, yang menyebut nama dan tanda tangannya dengan tinta biru dalam surat keterangan tersebut bukan tanda tangannya. Meski dirinya menduga bahwa tanda tangan tersebut adalah palsu. 

"Ini tanda tangan bukan saya punya kakak. Tapi ini kemungkinan kawan Martinus Fallo yang tanda tangan. Saya punya tanda tangan bukan seperti ini". Ucap Sius sapaan akrabnya. 

Bantahan Fransiskus Nenoliu soal tanda tangannya, berbeda dengan pengakuan saksi kedua yakni Marsel Fallo selaku anggota panitia pemungutan suara (PPS) Desa Mnela'anen. Yang mengaku jika tanda tangan dengan tinta biru sebagai saksi yang membenarkan Yohanis Tamonob telah meninggal dunia adalah benar tanda tangannya. Baik pada surat keterangan kematian kolektif tertanggal 4 mei 2023 dan surat keterangan tertanggal 14 mei 2023. 

Hingga berita ini ditayangkan, belum ada konfirmasi dari Ketua KPU TTS Andhy Bresly A. Funu dan Kadisdukcapil TTS Jeims D. Kase. S.Kom, M. Eng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Halaman