Editor Redaksi.www.soepost.com
Ayotupas-TTS|SoePost.com, - Guna mencegah dan mengurangi angka kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dinas Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (P3A) Kabupaten TTS melakukan sosialisasi layanan rujukan lanjutan bagi perempuan dan anak korban kekerasan.
Sosialisasi digelar pada. Jumat, (06/11/2024), di Kantor Desa Snok, Kecamatan Amanatun Utara Kabupaten TTS diikuti oleh 100 orang peserta warga masyarakat Desa Snok.
Sebelum dimulainya kegiatan sosialisasi tersebut, diawali dengan penerimaan secara adat berupa pengalungan selendang sebagai ungkapan selamat datang kepada para narasumber oleh Ketua TPP. PKK Desa Snok Ny.Rosalina Benu-Fay didampingi Kepala Desa Snok Bertolens Fay.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (P3A) Kabupaten TTS Ardhy A. Benu, S.Sos dalam pemaparan materinya mengatakan bahwa tujuan adanya sosialisasi tersebut sebagai upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Upaya yang dilakukan Dinas P3A berdasarkan perjanjian kerjasama Polres TTS, Pengadilan Negeri Soe, dan Kejaksaan Negeri Soe serta NGO dan unsur lainnya.
"Secara umum, kegiatan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak sudah dilakukan sosialisasi oleh berbagai pihak seperti Dinas P3A, Dinas Kesehatan Kabupaten TTS, Kepolisian dan NGO serta lintas sektor terkait lainnya". Ungkap Benu.
Menurut mantan Kabag Ekonomi ini, selain sosialisasi yang dilakukan di Desa, Dinas P3A juga akan melakukan sosialisasi bagi warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB SoE. Pasalnya masih terdapat kasus narapidana residivis yang masih saja melakukan kasus yang serupa.
"Ada tahanan residivis yang sudah pernah dipenjara karena kasus KDRT, namun keluar penjara masuk kembali, karena kasus yang sama". Ujar Benu.
Lanjut Kadis P3A, sejumlah aturan sudah diterapkan sebagai bentuk perlindungan terhadap hak perempuan dan anak dengan sejumlah konsekuensi. Namun masih saja dilanggar.
"Kebijakan melalui aturan pemerintah sudah dilakukan, namun sejumlah aturan yang ditetapkan, masih saja terjadi kekerasan fisik maupun non fisik, bahkan kekerasan seksual masih dialami anak perempuan dibawah umur". Jelas Benu.
Menurut mantan Kabag Humas dan Protokoler Kabupaten TTS, selain aturan hukum tertinggi terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak, pemerintah desa juga perlu ada aturan lokal terkait perlindungan perempuan dan anak.
"Perlu juga ada peraturan desa berupa peraturan lokal melalui peran lembaga adat agar hukum adat ditetapkan untuk mengurangi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak." Imbuh mantan Camat Amanatun Selatan.
Ia pun menyerukan agar status dan kedudukan perempuan, patuh dihargai dan dihormati sebagai sumber kehidupan.
"Perempuan diibaratkan seperti sumber mata air kehidupan, sehingga harkat dan martabat perempuan dan anak serta haknya wajib dilindungi. Terutama saat mengandung, agar tidak mengalami kekerasan. Hal ini sebagai upaya melindungi hak perempuan dan anak dalam kehidupan sehari-hari." Tandasnya
Sementara itu, Kanitres Polsek Ayotupas Aiptu Mesak Mnanu, S.H yang mewakili Kapolres TTS sebagai narasumber, dalam pemaparan materinya mengatakan bahwa data kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang sering terjadi dalam wilayah hukum Polsek Ayotupas, Polres TTS adalah kegelisahan atau trauma bagi seorang perempuan (istri) ketika sang suami pulang kerumah dalam keadaan mabuk.
"Beberapa kasus yang kita temui adalah rasa ketakutan seorang ibu, ketika sang suami pulang kerumah dalam keadaan mabuk. Karena sering melakukan kekerasan fisik terhadap istrinya, hal itu terjadi ketika usai miras atau berjudi dan pulang tidak ada makanan. Maka hal tersebut menjadi pemicu sering terjadi KDRT". Ungkap Kanitres sebagaimana data yang diperoleh dalam penyeledikan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam wilayah Hukum Polsek Ayotupas Polres TTS.
Selanjutnya narasumber dari Pengadilan Negeri Soe, dalam penyampaiannya menghimbau para orang tua agar selalu waspada terhadap anak-anak dalam penggunaan Handphon. Pasalnya penggunaan handphon saat ini, sangat sensitif dan menjadi pemicu terjadinya tindak kekerasan seksual, pemerkosaan dan bahkan prostitusi online.
Ia pun menghimbau para peserta, agar meneruskan sosialisasi kepada keluarga, terutama para anak laki-laki dan suami atas sanksi hukuman jika terbukti melakukan tindak pidana kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
"Bapak Ibu, tolong lanjutkan informasi kepada keluarga bahwa sanksi hukuman jika terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap anak perempuan, maka hukuman minimal 5 tahun penjara, dan maximal 15 tahun dan bisa hukuman mati bahkan hukuman kebiri". Jelas Jaksa.
"Ajari anak untuk berani menolak ketika dipaksa, ajari anak untuk berteriak dan atau lari, dan segera dilaporkan jika kejadian seperti itu menimpa anak-anak kita. Mari bapak, ibu kita jadikan TTS sebagai tempat perlindungan perempuan dan anak". Pinta Jaksa
Untuk diketahui hadir pada kesempatan tersebut sebagai narasumber Kapala Dinas P3A Kabupaten TTS Ardhy A. Benu.S.Sos didampingi Sekdis P3A Nelci Aty, S.P M.Si Kapolres TTS yang diwakili oleh Kanitres Polsek Amanatun Utara. Kejaksaan Negeri SoE, Pengadilan Negeri Soe, Dinas Kesehatan Kabupaten TTS, serta unsur sekretariat Kecamatan Amanatun Utara, perangkat desa dan peserta sosialisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar