Membaca Makna Pendidikan Era Artificial Intelligence: Sebuah Analisis Filosofis Pendidikan Perspektif Paulo Freire


Penulis Rafael Lumintang Mahasiswa Program Studi Filsafat Agama
 Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Rafaellumintang2002@gmail.com

Abstract:

Education is the most fundamental instrument in the reality of human life. An educated human being realises all the capacities within himself as a complete human being, distinguished from other creations. The research that the author wants to study is to analyse the philosophical meaning of education according to Paulo Freire's perspective amid the challenges of using artificial intelligence (AI) technology. 

Freire contributes sharp thoughts to analyse the education system that is dominated by artificial intelligence or AI. There are several main thoughts given by Freire. Firstly, education for awareness. Second, education for liberation. 

Third, education for humanisation. All of Freire's thoughts have continuity, the goal is to arrive at a process of liberation and humanisation for students in undergoing education in the AI era. The phenomena that appear in the current educational reality are not okay. 

If criticised deeply, the influence of artificial intelligence (AI) in relation to education has both positive and negative impacts. The author's focus is to criticise the meaning of education that is imprisoned in the AI technology system that makes students not develop progressively.

The negative impact of AI is very clear that the full ability of students is spoilt by AI technology systems. In addition, there are several negative things that often occur in universities through the means of artificial intelligence (AI), namely, students at the time of the exam perform actions that are not commendable, cheating, plagiarism when working on assignments, journals, theses, etc. 

The author uses literature review with a qualitative approach. The sources of data for this research are various literatures, journals, and books related to artificial intelligence (AI) and education according to Paulo Freire's perspective which frees students from situations that have a negative impact on artificial intelligence (AI).


The results of this study show that the meaning of liberating education must be instilled in students, so that they are not imprisoned in the technology system (AI). Students indirectly lose the freedom to think critically and independently in themselves, because they are given easy means through the AI system. 

This is really ironic, humans who are ‘conscious’ beings lose their full capacity, because they are spoiled by the sophistication of AI technology systems. This is a big problem for intellectuals, who see the reality of AI systems that seem to help students, but on the contrary implicitly kill the creativity, innovation, and critical attitude of the students themselves. 

Therefore, the meaning of education according to Paulo Freire's perspective is actually ‘liberating’ students from the negative impact of AI systems. By reflecting on the perspective of liberating education according to Paulo Freire, students are actually able to prevent very non-academic things that harm others, especially themselves.

Keywords: Education, Paulo Freire, liberation, humanisation, Artificial Intelligence, Education Issues

Pendahuluan

Manusia di era ini hidup dalam pusaran perkembangan teknologi digital yang semakin maju dan dengan berbagai kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI). AI telah memberikan kontribusi besar yang signifikan di beberapa bidang seperti, Pendidikan, industri, kesehatan, dan layanan publik dan lain-lain. 

Sebagian besar universitas menggunakan sistem informasi web untuk menyampaikan informasi terkait pendaftaran mahasiswa, akademik, beasiswa, biaya pendidikan dan lain-lain. Dalam hal pelayanan pendidikan, ada kaitannya dengan sistem AI. 

Penggunaan sistem layanan informasi berbasis web dan media sosial adalah salah satu fasilitas yang sering digunakan untuk memenuhi kebutuhan informasi yang sangat melekat dengan mahasiswa. Namun, dengan kehadiran sistem AI ini, secara implisit memberikan dampak negatif bagi mahasiswa dalam proses pembelajarannya. 

Mahasiswa dimanjakan dengan sistem AI, sehingga unsur rasionalitasnya tidak direalisasikan secara otentik dalam dunia Pendidikan. Realitas ini menunjukan secara jelas kelemahan dari AI yang selama ini diagung-agungkan oleh kebanyakan mahasiswa.

Berbicara tentang sistem akademis yang terkontaminasi dengan dampak negatif AI, tentunya tidak terlepas dengan Pendidikan itu sendiri. Pendidikan adalah upaya yang dilakukan secara sadar dan terancang untuk menciptakan lingkungan belajar yang memudahkan mahasiswa agar secara aktif meningkatkan kemampuan dirinya secara utuh. 

Sejatinya, dalam proses pembelajaran harus terstruktur secara Kritis, sistematis, interaktif, partisipatif, dan mendorong kreativitas, selama proses pembelajaran berlangsung. Mahasiswa yang menempuh Pendidikan di era Artificial Intelligence ditantang untuk menemukan hakikat dirinya yang utuh. Karena pengaruh AI memberikan degradasi intelektual bagi mahasiswa untuk bertumbuh secara matang. 

Chat-gpt, dan sarana-sarana kecerdasan buatan lainnya, sangat mendominasi mahasiswa saat ini. Mengapa demikian? Karena dengan alat-alat kecerdasan itu, membuat segala sesuatu menjadi mudah, enak, nyaman, dan lain-lain.

Pendidikan di era Artificial Intelligence (AI) harus memiliki pedoman yang serius agar tidak memberikan dampak negatif bagi mahasiswa yang berjuang dalam dunia akademis. Melihat masalah Pendidikan era artificial Intelligence, konsep pemikiran filosofis Pendidikan Perspektif Paulo Freire dapat menjadi solusi yang kuat untuk membebaskan mahasiswa dari belenggu kecerdasan buatan di atas. 

Ada beberapa konsep filosofis yang ditawarkan Freire, terlebih khusus 

“Pendidikan sebagai praktik pembebasan”. Pembebasan dalam konteks ini, bukan hanya terbatas pada antara interaksi guru dan murid, yang mana guru lebih mendominasi. Tetapi, “pembebasan” dalam konteks ini adalah membebaskan mahasiswa dari belenggu AI yang mematikan daya rasionalitas mahasiswa. Oleh karena itu, penulis mengkritisi Pendidikan era Artificial Intelligence, dengan bertolak dari pemikiran Paulo Freire.

Hasil dan Pembahasan

Hakikat Pendidikan

Istilah pendidikan berasal dari Bahasa Yunani “Paedagogie” yang akar katanya adalah “pais” yang berarti anak dan “again” yang berarti bimbingan. Jadi paedagogie secara harafiah adalah bimbingan yang diberikan kepada anak. Sementara itu, dalam Bahasa Inggris, pendidikan disebut dengan Education, yang berasal dari Bahasa Yunani “Educare” berarti membawa keluar yang tersimpan dalam jiwa anak, untuk terus mengalami progresivitas yang mendalam.

Pendidikan berperan penting bagi keberhasilan manusia di masa depannya. Pendidikan membantu setiap manusia untuk mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya. Agar potensi-potensi tersebut dapat dioptimalkan, maka setiap manusia dapat memilih jalur pendidikan yang ingin mereka tempuh. 

Pendidikan dapat diselenggarakan baik dalam jalur formal, informal, maupun non-formal. Jenis pendidikan tersebut memiliki perannya masing-masing dalam membentuk manusia menjadi pribadi yang berilmu dan beradab.

Adapun bentuk pendidikan di jalur formal yaitu pendidikan yang diselenggarakan di Lembaga-lembaga pendidikan mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini sampai dengan perguruan tinggi baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. 

Kemudian, pendidikan di jalur non formal meliputi Lembaga-lembaga kursus, dan Lembaga informal adalah lingkungan keluarga, sebab keluarga memiliki peran juga dalam memberikan pendidikan untuk anak-anaknya. Keluarga merupakan lembaga yang berperan penting dalam dunia Pendidikan. Apabila di dalam keluarga tidak menerapkan nilai-nilai yang berkaitan dengan hidup sosial, religius, intelektual, akan menjadi masalah besar bagi anak-anak yang menjalani proses Pendidikan itu sendiri.

Kegunaan dan manfaat Pendidikan

Pada dasarnya setiap manusia dalam hidupnya, sadar atau tidak telah melakukan aktivitas berpikir yang merupakan bagian dari berpikir filsafat. Hal ini disebabkan setiap manusia dengan kadar kemampuan berpikir masing-masing sepanjang hidupnya selalu berusaha mencari makna kebahagiaan dan kebajikan hidup, baik untuk lingkup kebutuhan pribadi maupun kehidupan sosial. Unsur rasionalitas dalam diri manusia menjadi nyata dalam actus menganalisis persoalan hidup, baik dalam dunia pekerjaan, Pendidikan, keluarga dan lain-lain.

Pendidikan berperan aktif dalam kehidupan masyarakat untuk mencapai apa yang telah dicita-citakan oleh masyarakat, diantaranya adalah kedamaian. Dengan pendidikan, maka kedamaian akan tumbuh dan berkembang pesat, yang selalu membawa pada etika, estetika, dan ketenangan dalam diri seseorang yang senantiasa akan patuh terhadap peraturan-peraturan yang berlaku.Fungsi dan kegunaan pendidikan adalah menyiapkan mahasiswa secara matang.

Apa Itu Artificial Intelligence?

AI merupakan kecerdasan buatan berbasis algoritma atau pemrograman komputer. Cikal bakal AI diawali oleh Alan Mathison Turing seorang matematikawan, logikawan, dan ahli komputer asal Inggris menciptakan pemrograman yang disebut “Enigma” untuk memecahkan kode pesan yang dikirimkan oleh tentara NAZI Jerman pada Perang Dunia II. 

Ia bahkan dianggap sebagai bapak ilmu komputer modern. Kisah Turing ini pun telah diangkat ke layar lebar dengan judul “The Imitation Game”.

Istilah artificial intelligence sendiri dipopulerkan oleh seorang profesor MIT bernama John McCarthy tahun 1956 ketika ia menjadi penyelenggara Konferensi Dartmouth. 

McCarthy pun kemudian dijuluki sebagai “the father of AI” karena perannya yang sangat penting dalam pengembangan bidang kecerdasan buatan. McCarthy juga menciptakan bahasa pemrograman tingkat tinggi yang menjadi fondasi bagi banyak pengembangan AI selanjutnya. Karya-karyanya yang berfokus pada logika simbolik dan pemikiran komputasional memainkan peran penting dalam membentuk dasar-dasar AI modern.

Artificial Intelligence (AI), atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai Kecerdasan Buatan, adalah cabang ilmu komputer yang bertujuan untuk mengembangkan sistem dan mesin yang mampu melakukan tugas yang biasanya memerlukan kecerdasan manusia. AI melibatkan penggunaan algoritma dan model matematika untuk memungkinkan komputer dan sistem lainnya untuk belajar dari data, mengenali pola, dan membuat keputusan yang cerdas. 

Dewasa ini, kecerdasan buatan sangatlah berperan penting dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam dimensi sosial, politik, ekonomi, terlebih khusus Pendidikan.

Pergeseran Pemanfaatan Kecerdasan Manusia dengan Kecerdasan Buatan (AI)

Kehidupan manusia di dunia ini bersifat dinamis, perbedaan antar zaman yang ditemukan sebagai wujud perubahan dalam tatanan kehidupan. Perubahan dapat berupa pergeseran atau peralihan seperti, pergeseran nilai sosial, pergeseran perilaku, pergeseran susunan organisasi, pergeseran lembaga sosial, pergeseran stratifikasi sosial, pergeseran kekuasaan, dan sebagainya. 

Pergeseran dalam aneka macam bidang kehidupan dapat terlihat dengan berpatokan pada waktu yang berbeda, namun dalam objek atau permasalahan yang sama. Contoh pergeseran dalam bidang pendidikan, sekolah maupun perguruan tinggi saat ini memiliki model pembelajaran menggunakan platform online seperti zoom meeting atau platform lainnya. 

Sedangkan, sekolah dan perguruan tinggi pada zaman dulu memiliki model pembelajaran yang dilakukan dengan sistem tatap muka. Pergeseran pemanfaatan model pembelajaran yang berbeda dari waktu ke waktu menjadi bukti perubahan sosial ada di setiap bidang kehidupan.

Pemanfaatan AI telah banyak digunakan dalam beberapa bidang kehidupan, seperti ekonomi, pendidikan, politik, dan lainnya. Kecerdasan buatan ini dirancang mirip denga cara kerja manusia, seperti mendengar, berbicara, dan menyelesaikan tugas. 

Dalam dunia internet dikenal Google yang memiliki fitur Google Assistant, fitur tersebut memiliki fungsi yang hampir sama dengan manusia yaitu mendengarkan perintah dan menjalankan perintah sesuai keinginan orang yang memakai. Kecerdasan buatan ini disamakan seperti mesin yang cerdas karena dengan kumpulan sistem yang bekerja dapat memudahkan kinerja manusia.

Dampak Negatif AI Terhadap Pendidikan

Berbicara tentang pendidikan di era AI, tentunya memilik dampak positif yang sangat besar bagi mahasiswa. Mahasiswa dibantu dengan kecerdasan buatan, baik dalam mengejar tugas, terlebih pembuatan skripsi, dan lain-lain. Namun, pengaruh AI juga memilik dampak negatif yang sangat besar bagi mahasiswa sendiri. 

Adapun dampak negatif hadirnya kecerdasan buatan atau AI di dunia pendidikan antara lain:

a) Ketergantungan Mahasiswa terhadap AI

Pemanfaatan AI secara berlebihan dalam dunia kampus dapat berakibat pada ketergantungan mahasiswa pada tekhnologi AI. Berbagai kemudahan yang didapatkan membuat mahasiswa ingin menggunakan AI secara terus-menerus baik dalam mengumpulkan sumber pengetahuan maupun pengerjaan tugas. Apabila hal ini menjadi habitus atau kebiasaan dapat mengakibatkan kemalasan bagi mahasiswa untuk belajar dan kurangnya inisiatif untuk berpikir secara kritis, logis, dan sistematis. Sebab, semua tugas dan apapun yang diperlukan dapat diperoleh dari AI dengan mudah dan instan. Penggunaan AI tanpa kontrol yang baik juga mengakibatkan menurunnya tingkat literasi bagi mahasiswa. Hal ini karena, mereka dapat menemukan informasi apapun secara singkat tanpa harus membaca buku secara keseluruhan.

b) Resiko Plagiarisme

Berbagai tugas memang dapat diselesaikan dengan memanfaatkan AI, termasuk tugas membuat essai atau makalah sekalipun. Salah satu fitur yang terdapat oleh AI adalah Chat GPT yang sistemnya dapat dirancang untuk menghasilkan jawaban maupun artikel/jurnal sesuai petunjuk yang diinginkan. 

Hal ini tentu berpotensi disalahgunakan oleh mahasiswa untuk mengerjakan tugas dengan mengirimkan jawaban ataupun artikel/jurnal yang bukan karya mereka sendiri melainkan hasil dari AI. Kebiasaan ini tentu membuat daya kritis peserta didik menjadi berkurang sebab hanya berorientasi pada kemudahan.

c) Menurunnya Kualitas belajar

Dengan adanya ketergantungan mahasiswa terhadap tekhnologi AI dapat berakibat pada menurunnya kualitas belajar, baik dalam membaca buku-buku dan juga mendalami materi yang diberikan oleh dosen. Penurunan kualitas ini ditunjukkan dengan semakin malasnya mahasiswa dalam berpikir dan keinginan serba instan yang dapat mereka peroleh melalui AI. Hal ini tentu menggerus daya berpikir kritis dalam diri mahasiswa yang seharusnya dikembangkan melalui dunia akademis. Padahal seharusnya perkembangan tekhnologi informasi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sehingga menjadi sangat penting bagi mahasiswa untuk dapat mengontrol penggunaan AI agar tidak terjerumus dalam dampak negatif yang muncul dari kehadiran kecerdasaan buatan tersebut.

Latar Belakang Pemikiran Paulo Freire

Paulo Freire adalah Filsuf dan bapak Pendidikan yang sangat kontroversial. Ia menggugat sistem pendidikan yang telah mapan dalam masyarakat Brasil. 

Menurutnya, sistem pendidikan yang ada sama sekali tidak berpihak pada rakyat miskin tetapi sebaliknya justru mengasingkan dan menjadi alat penindasan oleh penguasa. Karena pendidikan yang demikian hanya menguntungkan penguasa maka harus dihapuskan dan digantikan dengan sistem pendidikan yang baru. Pandangan Paulo Freire tentang pendidikan tercermin dalam kritikannya yang tajam terhadap sistem pendidikan dan dalam pendidikan alternatif yang ia tawarkan. Baik kritikan maupun tawaran konstruktif Freire keduanya lahir dari suatu pergumulan dalam konteks nyata yang ia hadapi dan sekaligus merupakan refleksi filsafat pendidikannya yang berporos pada pemahaman tentang manusia.

Pemikiran Paulo Freire tentang pendidikan lahir dari pergumulannya selama bekerja bertahun-tahun di tengah-tengah masyarakat desa yang miskin dan tidak “berpendidikan” Masyarakat feodal (hirarkis) adalah struktur masyarakat yang umum berpengaruh di Amerika Latin pada saat itu. Dalam masyarakat feodal yang hirarkis ini terjadi perbedaan mencolok antara strata masyarakat “atas” dengan strata masyarakat “bawah”. Sungguh ironis dan tragis sistem Pendidikan yang dialami secara langsung oleh Freire. Masyarakat yang miskin sejatinya mendapat perhatian khusus, justru sebaliknya mengalami ketidakadilan yang sangat besar. Dalam konteks ini, Freire menjelaskan lebih lanjut bahwa “masyarakat itu retak ketika kekuatan-kekuatan yang membuatnya seimbang menjadi terpecah-belah”.

Dalam kehidupan masyarakat yang sangat kontras itu, lahirlah suatu kebudayaan yang disebut Freire dengan kebudayaan “bisu”. Kesadaran refleksi kritis dalam budaya seperti ini tetap tidur dan tidak tergugah. Akibatnya waktu lalu hanya dilihat sebagai sekat hari ini yang menghimpit. Manusia tenggelam dalam “hari ini” yang panjang, monoton dan membosankan sedangkan eksistensi masa lalu dan masa akan datang belum disadari. Dalam kebudayaan bisu yang demikian itu kaum tertindas hanya menerima begitu saja segala perlakuan dari kaum penindas. Bahkan, ada ketakutan pada kaum tertindas akan adanya kesadaran tentang ketertindasan mereka. Itulah dehumanisasi karena bahasa sebagai prakondisi untuk menguasai realitas hidup telah menjadi Pendidikan “gaya bank” itu ditolak dengan tegas oleh Paulo Freire.

Pendidikan Humanisme

Pendidikan humanisme adalah proses pendidikan yang menganut aliran filsafat humanisme dimana proses pendidikan yang menempatkan manusia sebagai objek terpenting dalam pendidikan. Dalam hal yang lebih rinci, filsafat pendidikan humanisme menempatkan manusia sebagai objek pelaku yang sebenarnya dalam pendidikan itu sendiri. Aliran filsafat humanisme inilah yang dicita-citakan oleh Freire bahwa manusia adalah subjek atau pelaku utama dalam Pendidikan. Manusia memegang peranan penting dalam kehidupannya. Dalam hal ini, manusia merupakan pemegang kebebasan dalam melakukan sesuatu yang terbaik bagi dirinya sendiri. Sehingga kedudukannya sangatlah tinggi karena dibekali potensi-potensi kebebasan terutama dalam hal pendidikan. Manusia berhak mendapatkan pendidikan secara bebas demi mengembangkan kemampuan potensinya.
Dalam Pendidikan yang humanis, ketika kita sudah merealisasikan rasa keingintahuan kita sebagai seorang mahasiswa yang belajar dengan serius, dan ketika kita sudah berhasil mengakses ilmu pengetahuan, kita otomatis mengetahui dengan pasti kapasitas kita untuk dapat mengenali atau menciptakan ilmu pengetahuan baru. Hal ini tentunya menjadi sesuatu yang berguna bagi kita untuk terus mengasah daya berpikir yang kritis, inovatif dan kreatif. Pendidikan di era AI ini sangat menekankan unsur praktis dan instan seperti yang telah dijelaskan di atas, untuk itu Pendidikan yang humanis yang lahir dari kesadaran diri manusia harus terus ditumbuh kembangkan. Apabila kita hanya membiarkan unsur “rasionalitas” menjadi pasif, kita tidak akan pernah mengalami Pendidikan yang humanis.

Pendidikan Pembebasan

Pada konsep pendidikan pembebasan yang dikemukakan oleh Paulo memiliki penafsiran bahwa pendidikan yang ada harusnya dapat membuat pelajar atau peserta didiknya merasakan kebebasan baik kebebasan berpikir terutama kebebasan untuk bersuara untuk mengeluarkan pendapatnya. Paulo juga mengemukakan menurut penafsirannya bahwa tujuan utama dari sebuah pendidikan adalah untuk membuka mata para peserta didiknya guna menyadari realitas ketertindasan yang ada kemudian bertindak melakukan transformasi realistis. lebih lanjut bapak Pendidikan ini menjelaskan bahwa “manusia sempurna adalah manusia sebagai subjek. sebaliknya, manusia yang hanya beradaptasi adalah manusia sebagai objek. Adaptasi merupakan bentuk pertahanan diri yang paling rapuh. Seseorang menyesuaikan diri karena ia tidak mampu mengubah realitas”.

Dalam buku Education as the Practice of Freedom in Education for Critical Consciousness, Paulo mengemukakan bahwa pendidikan harus menjadi sebuah sarana dalam proses kemerdekaan (humanisasi), bukan sebuah penjinakan (domestikasi) sosial yang seringkali terjadi di dalam dunia ketiga (negaranya), dimana pendidikan digunakan sebagai alat untuk melegitimasi kehendak penguasa kepada masyarakat yang tidak memiliki kekuasaan, maka dengan itu pendidikan harus dianggap sebagai aksi dan refleksi untuk mengubah realitas, penindasan menuju kebebasan.

Pandangan Paulo Freire bagi Pendidikan Era Artificial intelligence

Paulo Freire beranggapan bahwa pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang berorientasi pada pengenalan realitas diri manusia. Karena manusia adalah penguasa atas dirinya sendiri. Karena fitrah dari manusia adalah merdeka, dan menjadi manusia yang bebas dari situasi-situasi yang menindasnya. Dalam konteks ini sangat jelas bahwa dengan kehadiran konsep pemikiran filosofis Freire, sejatinya mahasiswa dibebaskan dan merdeka dari sistem Pendidikan era artificial intelligence yang berdampak negatif. Dan inilah tujuan akhir dari filsafat humanisme Paulo Freire. Untuk mengkritisi problematika sistem Pendidikan berbasis AI, berikut penulis akan mengemukakan konsep tujuan pendidikan dalam pandangan Freire.

Pendidikan Untuk Penyadaran

Konsep penyadaran Freire yang paling utama adalah pendidikan untuk penyadaran manusia tentang realitas sosialnya. Freire memulai program pendidikannya dengan mengkonseptualisasikan sebuah proses penyadaran yang mengarah pada konsep kebebasan yang disebut “Kemanusiaan yang lebih utuh”. 

Setiap individu mampu melihat realita sosial secara kritis. Penyadaran dalam hal ini menjadi inti dari proses pendidikan. Dengan konsep Pendidikan penyadaran, mahasiswa diarahkan untuk “menyadari” dimensi rasionalitasnya yang utuh. Tidak lagi menjadi hamba teknologi yang mematikan unsur atau kekhasan manusia yang adalah sebagai makhluk rasional. 

Dalam pendidikan juga harus mengandung muatan realistis, dalam materi ajar berhubungan dengan fenomena realitas sosial masyarakat. Sehingga tercipta mahasiswa yang kritis dan menjadi sadar akan kebutuhan, tantangan dan persoalan yang terkait dengan realitas sosial.

Pendidikan Membebaskan

Bebas dalam konteks ini adalah merealisasikan pemikiran yang tajam, dan memiliki orientasi yang jelas. Mahasiswa yang menjalani Pendidikan di era AI, sejatinya bebas mengekspresikan ide-idenya secara kreatif, kritis, dan inovatif. Sungguh ironis dan tragis apabila mahasiswa yang memiliki kapasitas intelektual yang baik, lalu tidak mengekspresikannya pada tempatnya. Sebaliknya, lebih memilih sarana-sarana digital yang kelihatannya memudahkan, praktis, tetapi secara perlahan-lahan “melumpuhkan” daya budi untuk berpikir kritis. Oleh karena itu, Freire mengemukakan dua hal pendidikan yang merupakan nilai yang paling penting bagi proses pembebasan manusia. 

Yakni pertama, pendidikan menjadikan manusia sadar akan penindasan yang menimpa mereka dan melalui gerakan praktis untuk mengubah keadaan. Kedua, pendidikan merupakan proses permanen aksi budaya pembebasan.

Pendidikan Untuk Humanisasi

Manusia adalah penguasa atas dirinya sendiri dan karena kodrat manusia adalah menjadi manusia merdeka, oleh karena itu menurut Freire humanisasi merupakan tujuan akhir dari pendidikan. 

Namun pemikirannya seringkali digagalkan oleh realitas kemajuan sistem teknologi yang berkembang pesat. Pendidikan di artificial intelligence terkesan menjadi sebuah paradoks. Karena Pendidikan tidak menemukan suatu esensi terdalamnya, yaitu proses penyadaran akan “kapasitas intelektual mahasiswa yang utuh”. 

Karena Dari berbagai pengingkaran tersebut akhirnya menimbulkan perjuangan untuk menarik kembali unsur terdalam dari mahasiswa yang hilang terkontaminasi dampak negatif sistem AI. Melalui konsep Pendidikan humanisasi oleh Freire, harkat mahasiswa yang utuh akan kembali dan sadar akan penindasan yang secara lembut menimpa unsur rasionalitasnya.

Kesimpulan

Quo vadis Mahasiswa? Hal ini merupakan pertanyaan fundamental yang perlu dijawab mahasiswa di era Pendidikan AI. Era ini adalah era AI, pendidikan harus berbenah diri merangkul AI secara harmonis dalam dinamika pembelajaran. AI adalah buatan manusia, bukan sebaliknya manusia buatan AI, jadi AI pasti memiliki kekurangan. 

AI berpotensi digunakan untuk mempermudah proses pembelajaran, namun perlu diperhatikan bahwa AI juga dapat menjadi ancaman bagi Pendidikan. Paulo Freire memberikan sumbangan pemikiran filosofis Pendidikan yang dapat membantu mahasiswa untuk keluar dari situasi ini.

Ada tiga point penting pemikiran Freire disini. Pertama, Pendidikan untuk penyadaran. Dalam hal ini, penting sekali untuk “menyadari” daya rasionalitas kita sebagai manusia yang khusus. Daya rasionalitas inilah yang membantu kita keluar dari penjara sistem AI. Kedua, Pendidikan yang membebaskan. Bebas dalam konteks ini adalah merealisasikan pemikiran yang tajam, dan memiliki orientasi yang jelas. 

Mahasiswa yang menjalani Pendidikan di era AI, sejatinya bebas mengekspresikan ide-idenya secara kreatif, kritis, dan inovatif. Ketiga, Pendidikan untuk humanisasi. Pendidikan di artificial intelligence terkesan menjadi sebuah paradoks. Karena Pendidikan tidak menemukan suatu esensi terdalamnya, yaitu proses penyadaran akan “kapasitas intelektual mahasiswa yang utuh”. 

Melalui konsep Pendidikan humanisasi oleh Freire, harkat mahasiswa yang utuh akan kembali dan sadar akan penindasan yang secara lembut menimpa unsur rasionalitasnya.

Daftar Pustaka

Anastasya Zalsabilla Hermawan, M. Novianto Anggoro, Ditha Lozera, and Asif Faroqi. “Studi Literatur: Ancaman Serangan Siber Artificial Intelligence (Ai) Terhadap Keamanan Data Di Indonesia.” Prosiding Seminar Nasional Teknologi Dan Sistem Informasi 3, no. 1 (2023): 581–91. https://doi.org/10.33005/sitasi.v3i1.363.

Astuti, Wuri. “Hakikat Pendidikan.” Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents, 2014, 1–2. http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND.

_BAHASA_ARAB/195204141980021-DUDUNG_RAHMAT_HIDAYAT/HAKIKAT_PENDIDIKAN.pdf.

Eka Puji Astutik, Nur Afif Ayuni, Ayunda Mahdalena Putri. “Artificial Intelligence: Dampak Pergeseran Pemanfaatan Manusia Dengan Kecerdasan Buatan Bagi Dunia Di Indonesia.” Sindoro Cendekia Pendidikan Vol. 1, no. 10 (2023): 101–12.

Eriana, Emi Sita, and Drs. Afrizal Zein. “Artificial Intelligence.” Angewandte Chemie International Edition 6(11) (2023): 1.
Fadli, Rizky Very. “Tinjauan Filsafat Humanisme: Studi Pemikiran Paulo Freire Dalam Pendidikan.” Jurnal Reforma 9, no. 2 (2020): 96. https://doi.org/10.30736/rf.v9i2.317.
Freire, Paulo. Pendidikan Kaum Tertindas. VII. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2013.

———. Pendidikan Sebagai Praktek Pembebasan. Rio de Janeiro, 1984.

———. Pendidikan Yang Membebaskan. 1st ed. Jakarta, 2001.

———. Politik Pendidikan. VI. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2007.

Guntoro, Guntoro, Loneli Costaner, and Lisnawita Lisnawita. “Aplikasi Chatbot Untuk Layanan Informasi Dan Akademik Kampus Berbasis Artificial Intelligence Markup Language (AIML).” Digital Zone: Jurnal Teknologi Informasi Dan Komunikasi 11, no. 2 (2020): 291–300. https://doi.org/10.31849/digitalzone.v11i2.5049.

Madhakomala, Layli Aisyah, Fathiyah Nur Rizqiqa Rizqiqa, Fransiska Desiana Putri, and Sidiq Nulhaq. “Kurikulum Merdeka Dalam Perspektif Pemikiran Pendidikan Paulo Freire.” At- Ta’lim : Jurnal Pendidikan 8, no. 2 (2022): 162–72.

https://doi.org/10.55210/attalim.v8i2.819.
Manggeng, Marthen. “Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dan Relevansinya Dalam Konteks Indonesia,” no. 8 (2005): 41–44.

Putri, Regina Nandira, and Khansa Isnaini Mahfudzah. “Pembelajaran Berdiferensiasi Dengan Memanfaatkan Media Magic School Berbasis Artificial Intelligence ( AI ) Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia,” no. 2022 (2024): 1746–54.

Serdianus, Serdianus, and Tjendanawangi Saputra. “Peran Artificial Intelligence Chatgpt Dalam Perencanaan Pembelajaran Di Era Revolusi Industri 4.0.” Masokan: Ilmu Sosial Dan Pendidikan 3, no. 1 (2023): 1–18. https://doi.org/10.34307/misp.v3i1.100.

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Copyright © 2020 soepost.com ™ Member Of Kupang Online Network ®