Ket Foto : Ketua Araksi, Alfred Baun, S.H |
Hal ini dikatakan Alfred Baun Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia saat dihubungi media ini Minggu 1 Desember 2024.
"Pengelolaan dana desa tahun 2024 di Kabupaten Timor Tengah Selatan tahun ini sangat buruk dari tahun sebelumnya, akibat dari pengelolaan yang buruk hingga saat ini (1 Desember 2024) masih ada puluhan bahkan ratusan miliar uang negara belum dicairkan dan mengendap di Kas Pemerintah Timor Tengah Selatan." Ucap Alfred
"Hal ini terbukti, dimana dana desa tahap dua ini belum cair sama sekali. Kami Araksi sudah terima banyak pengeluhan dari pengelola pekerjaan, baik pembangunan fisik yang dilakukan oleh para Kepala Desa serta hak masyarakat yang masuk dalam Hari Orang Kerja(HOK) itu tidak terbayarkan sampai dengan detik ini."
"Saya kasih contoh pembangunan di desa Tubuhue, sampai sekarang hak masyarakat melalui HOK tidak selesai di bayar. Pembangunan fisik juga kini diakhir tahun belum selesai baik rabat dan lain-lain, di desa Lelobatan juga HOK masyarakat yang sama dalam pekerjaan rabat juga belum selesai dibayarkan. Sama juga di desa Binaus, pencairan dana tahap akhir tidak jalan."
"Akibat dari hal ini, Korbannya adalah para pekerja yang membiayai begitu banyak kegiatan dan semua pekerjaan yang telah direncanakan di dana desa tidak bisa berjalan semua. Jadi banyak program yang tidak jalan di akhir tahun melalui dana tahap dua itu tidak jadi, yang telah dianggarkan itu tidak jalan semua."
"Sehingga saya pikir apa yang diharapkan oleh Presiden kita Pak Prabowo, ini benar dan Araksi kita akan fokus menindaklanjuti hal ini. Saya baru pulang dari KPK, untuk pembahasan pengelolaan dana desa yang menjadi pintu paling besar terjadinya korupsi di Indonesia."
"Karena itu dana APBN murni yang masuk dan dianggarkan itu ratusan triliun, yang harus membiayai pembangunan di tingkat desa. Tapi ukuran untuk asas manfaat dari APBN, yang langsung kepada desa itu ini tidak efektif dengan baik terhadap masyarakat karena selain ada intervensi pemerintah kabupaten terhadap penggunaan dana desa, tetapi juga ada regulasi menurut Peraturan Bupati itu yang membuat dana desa itu sulit berjalan dengan baik di TTS."
"Peraturan Bupati memberikan ruang kepada pemerintah Kabupaten untuk Ikut mengatur dana desa, Itu yang membuat para kepala desa tidak bisa berbuat apa-apa. Sehingga, kami menduga. Intervensi dari PMD melalui Kadis, kemudian melalui para camat terhadap dana desa ini terlalu tinggi. Sampai menyebabkan APBN yang seharusnya Pemkab itu hanya sifatnya dalam konteks pengawasan saja, justru dia masuk sebagai pelaksana murni dalam penggunaan dana desa. Dan itu masalah kita hari ini, karena sampai detik ini masih ada anggaran APBN yang disebut dengan dana desa itu masih mengendap di Kas Daerah."
"Di bank itu, itu masih puluhan sampai ratusan miliar yang belum dicairkan. Dan hal itu sebenarnya adalah kekonyolan yang kita lakukan, sampai mengakibatkan proses ini tidak efektif."
"Pengelolaan dana desa di Kabupaten Timor Tengah Selatan tahun 2024, merupakan pelayanan yang paling semrawut dan paling terburuk. Tanpa disadari, dari hal ini akan mengakibatkan pada adanya Silpa yang besar-besaran." Pungkas Alfred Baun
Terkait usulan untuk adanya Audit pengawasan dari Inspektorat Timor Tengah Selatan, Alfred Baun mengatakan bahwa untuk saat ini Inspektorat belum dapat dipercaya untuk menjelaskan kegiatan.
"Untuk sekarang kita tidak bisa percaya Inspektorat, karena fakta menunjukkan bahwa audit-audit yang dilakukan Inspektorat itu contoh seperti Dana Desa di Oel'ekam Mollo tengah audit semua ada, sudah ditemukan adanya dugaan penyalahgunaan keuangan negara tapi hingga saat ini tidak ada kejelasan terkait kasus tersebut."
"Salah satu kelemahan kita adalah pengawasan internal, dalam hal ini kita duga inspektorat juga ikut bermain didalam. Inspektorat TTS saya duga mereka juga ikut bermain khususnya dalam item pertanggungjawaban. Audit mereka itu sangat lemah sekali, banyak proyek misalnya desa yang amburadul dan baru dikerjakan belum lama ini tapi sudah hancur."
"Itu merupakan contoh beberapa pekerjaan di desa yang Araksi sudahkan jadikan sampel untuk membuktikan bahwa pengelolaan keuangan desa itu tidak efektif. Dan kelemahan itu adalah karena intervensi pemerintah kabupaten yang berlebihan, kemudian pengawasan internal inspektorat yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku." Pungkas Alfred Baun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar