Fatuleu-Kupang|Soepost.com,– Ketegangan antara Ketua Ormas Pelita Prabu, Roy Radja, dan tim media semakin memanas terkait pemasangan baliho ormas tersebut di Desa Tolnaku, Kecamatan Fatuleu. Dalam sebuah percakapan via WhatsApp dengan wartawan, Roy Radja menanggapi kontroversi yang muncul dengan nada tegas. Ia menuduh media sebagai pihak yang hanya "mencari makan" dan mengkritik wartawan yang dianggap telah menulis berita yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Menurut Roy Radja, media tidak seharusnya membuat masalah dari pemasangan baliho yang dianggapnya sah dan sesuai dengan aturan yang berlaku. "Lu Aminadab, lu wartawan yang hanya kerja cari makan saja, tidak perlu kau coba-coba," ujar Roy Radja dalam pesan singkatnya. Ia menambahkan bahwa wartawan tidak berhak menilai organisasi Pelita Prabu yang disebutnya telah bekerja sesuai dengan aturan dan perintah dari pusat.
Kontroversi ini berawal dari pemasangan baliho Pelita Prabu di lingkungan kantor desa sebagai fasilitas publik. Pihak media mencoba untuk mendapatkan penjelasan terkait tujuan pemasangan baliho tersebut. Namun, Roy Radja bersikeras bahwa organisasinya tidak ada kaitannya dengan pemerintah dan tidak melibatkan instansi mana pun dalam kegiatan mereka. "Kami bekerja sesuai aturan dan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan pekerjaan tetap," tegasnya.
Roy juga menanggapi pertanyaan wartawan yang mempertanyakan hubungan antara organisasi Pelita Prabu dengan pemerintah. Menurutnya, organisasi ini bekerja untuk mendukung program pemerintah pusat, seperti penyediaan makanan bergizi gratis untuk masyarakat. Meski demikian, ia merasa heran dengan reaksi yang terjadi hanya di NTT, sementara di daerah lain seperti Jawa dan Sumatra, program serupa berjalan lancar tanpa masalah.
Tak hanya beradu argumen dengan wartawan, Roy Radja juga memberikan pernyataan yang bernada ancaman. "Kemarin lu telepon beta. Beta urus orang punya kesejahteraan, bukan urus lu pun berita yang tidak jelas," katanya dalam percakapan tersebut. Bahkan, ia sempat menyebutkan nama wartawan yang dituduhnya "mencari makan" dari pemberitaan yang tidak berimbang.
Meski ketegangan semakin memanas, pada akhirnya Roy Radja meminta maaf atas ucapannya. Ia mengakui bahwa pada saat itu dirinya sedang dalam kondisi emosi tinggi, baru bangun tidur, dan belum makan. "Kaka minta maaf tadi awal itu beta marah. Kaka tahu kalau beta baru bangun tidur, belum sikat gigi, belum makan apa-apa. Nanti jangan tulis yang tidak baik," ujarnya.
Sementara itu, tim media yang terlibat dalam percakapan ini menegaskan bahwa tujuan mereka hanyalah untuk mencari keberimbangan dalam pemberitaan. Wartawan yang terlibat berusaha menjelaskan bahwa tugas mereka adalah memberikan hak jawab kepada semua pihak yang terlibat dalam kontroversi ini.
Pada akhirnya, meskipun ketegangan sempat mencuat, suasana reda setelah permintaan maaf dari Roy Radja. Namun, kejadian ini tetap mencuri perhatian publik, mengingat potensi dampaknya terhadap hubungan antara organisasi masyarakat dan media di wilayah tersebut.
Ketegangan yang terjadi antara Roy Radja dan wartawan menggambarkan ketegasan pemimpin organisasi Pelita Prabu dalam menghadapi kritik. Sementara media berusaha menjaga keberimbangan pemberitaan, Roy Radja menegaskan bahwa organisasi mereka tidak terlibat dalam politik praktis dan bekerja sesuai aturan yang ada. Kejadian ini menjadi contoh bagaimana hubungan antara ormas dan media bisa memanas, terutama ketika ada perbedaan pandangan tentang kebijakan publik dan pemberitaan yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar